Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Asta Cita Program Presiden RIBeritaBG17 AKSENNEWS.COMKamar Dagang dan Industri (Kadin)Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa TimurKetua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa TimurPEMERINTAH

Kadin Jatim: Sikapi Tarif Impor 32 Persen Amerika Serikat

31
×

Kadin Jatim: Sikapi Tarif Impor 32 Persen Amerika Serikat

Share this article
Example 468x60


Surabaya ( aksennews.com ) —– Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur (Jatim) Adik Dwi Putranto mengatakan, bahwa langkah Presiden Amerika Doland J.Trump menandatangani “The Fair and Reciprocal Plan” yang mengakibatkan kenaiknya tarif impor sebesar 32 persen yang bakal berpengaruh pada ekonomi Jatim.

Prediksi ini mengacu pada dampak yang ditimbulkan secara langsung dan tidak langsung kebijakan tersebut terhadap kinerja ekonomi Jatim di berbagai sektor. “Ada dampak langsung dan dampak rak langsung. Dampak langsung diantaranya adalah penurunan Ekspor,” kata Adik. Adik dalam keterangan tertulis, Selasa (08/04/2025).

Example 300x600

Lebih lanjut ia mengatakan, jika dilihat dari negara tujuan utama ekspor non-migas Jatim, Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor non-migas Jatim. Selama Januari 2025, ekspor non-migas Jatim ke Amerika Serikat mencapai 281,96 juta dolar AS.

Adik mengatakan, peranan Amerika Serikat sebagai negara utama tujuan ekspor ialah sebesar 14,50 persen dari total ekspor non-migas Jatim. Produk utama Jatim yang selama ini merupakan produk unggulan yang diekspor ke Amerika Serikat, seperti perhiasan, produk logam, tekstil, alaskaki, elektronik, kayu dan barang dari kayu berisiko mengalami penurunan yang cukup signifikan dan mengganggu pemasukan devisa. “Dampak tak langsung akibat efek domino dari kebijakan tersebut diantaranya adalah terganggunya rantai pasok,” lanjut Adik.

Ia mengatakan, penurunan ekspor mengakibatkan rantai pasok terganggu. Industri pendukung seperti supplier bahan baku lokal dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) komponen mengalami pengurangan pesanan. Hal ini berdampak pada arus kas perusahaan, menunda investasi, dan menimbulkan efek lanjutan terhadap seluruh ekosistem industri di Jatim.

“Dampak selanjutnya adalah ancaman PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Industri padat karya di Jatim berpotensi melakukan PHK akibat penurunan produksi,” terang Adik.

Akibatnya, ribuan tenaga kerja berisiko kehilangan pekerjaan, terutama di sektor garmen, sepatu, dan elektronik, dan produk kayu yang sebelumnya berorientasi ekspor ke Amerika Serikat. “Selanjutnya penurunan pendapatan daerah dan prrtumbuhan ekonomi Jatim. Dengan berkurangnya kegiatan ekspor dan produksi industri, pendapatan daerah dari pajak dan retribusi juga ikut menuruh,” terangnya.

Dan dampak tersebut meluas ke sektor jasa, transportasi, dan logistik, serta memperlemah daya beli masyarakat. Demikian juga dengan pertumbuhan ekonomi yang akan mengarah ke penurunan atau stagnan (sebagai keadaan atau kondisi saat tidak ada atau sangat sedikit perubahan, pertumbuhan, atau perkembangan yang terjadi).

“Yang terakhir adalah dampak sosial, yaitu ketimpangan dan ketegangan. Karena PHK massal dapat memicu lonjakan kemiskinan, putus sekolah, hingga kerawanan sosial dan ketegangan sosial seperti demonstrasi pekerja dan instabilitas kawasan industri menjadi risiko nyata,” katanya.

Maka yang harus dilakukan adalah dengan memperkuat perdagangan dalam negeri atau pasar domistik, mencari negara tujuan ekspor baru serta meningkatkan investasi dengan mempermudah berusaha.

Perlu di tingkatkan juga investasi di bidang industri pangan dan energi, energi baru terbarukan atau green energi. Yang tidak kalah penting adalah harus mampu memulihkan kepercayaan pelaku ekonomi dengan komunikasi yang baik dan kebijakan yang konkret (nyata; benar-benar ada).

“Karena dari info yang kami dapat tingkat kepercayaan kepada Pak Prabowo masih bagus bisa melampaui 80 persen, begitu masuk ke pemerintah tingkat kepercayaan turun 20 persen, dan begitu masuk ke kebijakan turun lagi 20 persen,” ungkapnya

Dari data tersebut bisa dilihat, kepercayaan pelaku ekonomi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah hampir dibawah 50 persen. “Ini harus jadi koreksi, dan sekali lagi perbaiki. Dalam menghadapi tantangan ini, semua pihak harus inovatif, adaptif dan kolaborasi. Tiga hal ini yang harus dilakukan semua pihak baik pemerintah maupun pelaku ekonomi,” pungkasnya. (Adv)

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *