Kediri (aksennews.com) — Patgulipat kepemilikan tanah yang dihibahkan ke Pemkab Kediri oleh KPK sudah terlihat bila melihat akte tanah tersebut. Sebab, pemilik yang tercatat di sertifikat bukan sang mantan Bupati Tulugagung yang kesandung kasus korupsi itu. Melainkan orang lain, yang ditengarai adalah kerabatnya, Senin (25/3/2024).
Selain itu, tanah itu juga langsung ditelantarkan sejak dibeli. Tak pernah digunakan hingga akhirnya sang mantan bupati itu tertangkap, diadili, hingga dinyatakan bersalah.
Tanah yang berada di Desa Nyawangan, Kecamatan Kras, misalnya. Tanah ini beratas nama Dwi Basuki. Pembeliannya berkisar antara 2013 hingga 2015. Hingga kini tak pernah diapa-apakan.
“Dulu perangkat desa sini (Nyawangan, Red) pernah diminta untuk menjaga tanah itu. Tapi tidak boleh ditanami,” terang AI, sumber koran ini yang enggan identitasnya disebutkan.
Akhirnya, oleh pihak desa dijadikan lapangan bola voli. Namun tak bertahan lama. Akhirnya, karena tak ada yang mengurus, tanah tersebut terbengkalai.
“Tidak lama KPK datang ke desa. Menjelaskan jika tanah tersebut milik Syahri dan mau disita,” tambahnya.
Sebenarnya, dari lokasi, tanah ini sangat strategis. Berada di tepi Jalan Raya Kediri-Tulungagung. Hanya berjarak satu kilometer dari perbatasan dua wilayah ini.
Saat ini, tanah yang berada di sisi barat jalan raya itu dipasangi plang oleh KPK. Bertuliskan “Aset Barang Rampasan Negara, Dilarang Memasuki Aset Ini Tanpa Izin Jaksa Pada Komisi Pemberantasan Korupsi”.
Lahan rampasan ini tak terurus. Sebagian ditumbuhi rumput gajah yang tinginya nyaris 2 meter. Sedangkan di sisi lain penuh dengan rumput liar. Tingginya juga lebih dari satu meter.
Kondisi tersebut jauh berbeda dengan tanah yang berada di Desa Ngadi, Kecamatan Mojo. Meskipun sama-sama tak terurus, tanah tersebut ditanami tanaman produktif. Yaitu pohon jeruk.
“Dulu (pemerintah) desa disuruh menjaga. Tapi tiba-tiba ada yang ngaku keluarga dan nanam pohon jeruk di sana,” terang FR, yang namanya juga enggan dikorankan.
Tanah yang berada di Desa Ngadi itu pun juga dibeli di tahun yang hampir sama dengan di Desa Nyawangan. Begitu juga dengan tanah tersebut yang tiba-tiba di rampas oleh KPK.
“Setelah dirampas, sudah tidak ada yang ngurus tanah ini. Semua juga langsung dipager dengan tanaman,” sambungnya.
Tanah yang berada di Desa Ngadi ini sedikit berbeda dengan di Desa Nyawangan. Salah satunya karena lokasi yang lebih masuk ke perkampungan. Meski jaraknya tak sampai 50 meter dari jalan raya Mojo-Tulungagung.
Setelah dirampas KPK, kondisi tanah tersebut juga tak terurus. Meski demikian masih ditemui puluhan tumbuhan jeruk yang dulunya sempat ditanam oleh seseorang yang mengaku kerabat Syahri Mulyo.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kediri Erfin Fatoni mengatakan jika pengelabuan nama di sertifikat tanah adalah hal yang sering ditemukan dalam kasus korupsi. Begitu juga dengan yang ditemui di kasus milik Syahri.
Namun akhirnya kasus tersebut terungkap. Pihak KPK menemukan fakta jika tanah tersebut adalah milik Syahri. Alhasil KPK pun melakukan perampasan pada aset tersebut.
“Tanah itu sudah lama disita, sempat akan dilelang, akhirnya dihibahkan ke Pemkab Kediri,” ujarnya.
Erfin menambahkan, ada alasan mengapa aset tersebut diberikan ke Pemkab Kediri. Salah satu alasannya adalah karena lokasi aset yang berada di Kediri. Karena sesuai peraturan yang baru, aset rampasan KPK dapat dihibahkan ke pemerintah kabupaten/kota atau provinsi tempat aset tersebut berada.
“Karena lokasinya di Kediri, jadi yang dapat Pemkab Kediri. Begitu juga dengan aset yang berada di Pemkab Tulungagung,” pungkasnya.
Lahan yang disita KPK dari kasus ini memang tak hanya dua bidang ini saja. Kalau ditotal jumlahnya mencapai sembilan aset tanah. Selain dua yang di wilayah Kabupaten Kediri, tujuh sisanya berada di Kabupaten Tulungagung.